Kamis, 12 Februari 2015

Bedanya saya dengan tahu pojok herjuna

Berita terbaru mengenai Bapak Presiden RI ke 6 seola tak ada habis membanjiri media masa, usai kunjungan pada Minggu (08/02) di Surabaya. Kini beliau melakukan lawatannya ke Kota Magelang, diluar agenda resmi Pak SBY bersama Bu Ani. Tak lain berita yang masih hangat hari ini, bertajuk "Nostalgia Pak SBY di Kota Magelang". dan Cerita traktiran kupat tahu dari Herjuna di "Warung Tahu Pojok," Magelang. Selengkapnya di https://t.co/zT9XhnFyCw http://t.co/ZrUsjhqvcN.

The Spesial One mungkin kata ini yang tepat diucapkan Mahasiswa jurusan Teknik Informatika Ardi Herjuna yang mendadak menjadi buah bibir di media sosial, baik akun instagram, twitter bahkan facebook.

Lain hal, bagi mas ardi ibarat mimpi yang tak bertepuk sebelah tangan, Menghampiri dirinya menjadi bak kenyataan. Sedikit cerita saya, gubahan pengalaman nyata dua hari yang lalu, Selasa (10/02). Seperti halnya mahasiswa yang lain saya juga menjalani tugas akhir semester, tepat hari ini juga kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) berlangsung.

Hampir satu bulan, saya sering membaca IG bu Ani dan akun twitter Pak SBY mungkin tepat pada malam Senin. Tanggal 09 Februari. "Sebagai wujud apresiasi, atas undangan mahasiswa UNAIR Surabaya, SBY akan berikan Kuliah Umum di UNAIR, besok pagi". Tulis Pak SBY lewat akun twitternya @SBYudhoyono. Tidak banyak berfikir besok pagi saya harus ke Surabaya, seketika itu juga saya menghubungi teman saya Aminur Rosyidin. Mengajak untuk ikut serta menemani saya berfoto bersama dengan Pak SBY, yang sebelumnya teman saya ingin bisa seperti saya foto bareng dengan pejabat, seusai melihat tampilan foto saya di handphone bersama bapak wakil presiden 2009-2014, Prof. Dr Boediono.

Pagi ditemani cuaca sedikit mendung, saya bergegas menuju MA Bahauddin Sepanjang Sidoarjo, dimana gedung ini merupakan tempat saya melaksanakan program kuliah sebagai Profesi dari pada seorang calon Guru. Tidak sehari penuh saya menyediakan waktu di sekolah ini, sebab ada suatu hal yang tak bisa tergantikan, tak lain ialah bertemu Pak SBY dan menyampaikan ucapan salam kepada beliau. Baru lima menit bel berbunyi menandakan para siswa-siswi untuk memasuki ruang kelasnya. Saya bergegas gembira tak sabar seolah lamunan ini mengisi bayangan saya, dapat berfoto bersama sekaligus sedikit berbincang ringan bersama Mantan Presiden RI ke 6. Sebagai anggota dari kelompok mengajar lapangan saya mematuhi peraturan yang ada, izin baik-baik kepada ketua kordinasi kelompok. Sembari didalam hati berjanji besok saya akan hadir dan tanggung jawab.

Singkat cerita, dua jam lamanya. Saya menempuh perjalanan menuju Surabaya.  Dikarenakan keterangan akun twit pak SBY yang kurang informatif, saya harus berkeliling menuju kampus Unair satu persatu dikarenakan terdapat tiga gedung. Pertama kampus B Unair yang saya kenakan sebagai dasar menggali info, seusai tanya satpam diberilah keteranagan bawasannya kunjungan SBY dilaksanakan di Kampus C Unair. Kami berdua dengan semangat tinggi menelusuri arah ke Jl. Soekarno, melewati fakultas kedokteran kampus A Unair. Akhirnya tibalah kami di kampus jarum jam menunjukkan pukul 08.00 WIB. Setelah motor diparkirkan kami  menghampiri pak satpam yang tengah asik duduk di Pos Jaga. "Pak katanya ada kunjungan SBY, itu di gedung mana? Tanya saya kepada penjaga motor". Silahkan mas, langsung menuju lantai 5 gedung Rektorat, jawab pak satpam.

Bejalan santai kami menuju gedung rektorat, sembari berbincang ringan dengan temanku Inung. "Ayo cari Musholla untuk meregangkan sedikit lelah, shalat dhuha. Ujar Inung". Sebelum tepat kami memasuki gedung, kami bertanya kembali kepada mahasiswi yang kebetulan dari tadi mondar mandir mengganggu pemandangan kami. "Mbak mau nanya, dimana tempat mushollanya yach? Sedikit agak kebingungan dua cewek ini ragu memberitahu kami keberadaan musholla, "mungkin lantai 2 mas, Jawab mahasiswi". Dua meter jarak pintu masuk ke lantai lima terbuka lebar dan nampak aktivitas sibuk para penyelenggara civitas kampus. Kami masuk mengenakan baju rapi bersepatu ala kantor, sedikit kebingungan kami mencari keberadaan pak SBY, meskipun posisi kami tepat didepan lift lantai dasar, sembari berdiri menganggukkan kepala melihat kesana kemari yang ada hanya rumunan orang yang sibuk sendiri. Rasanya kami tetap meyakinkan diri untuk naik ke lantai 2, sekedar melepas rasa bingung kami, yang memang tak tahu benar dena gedung rektorat ini. Ditambah kami memang bukan benar-benar mahasiswa Unair. Tapi setidaknya kami juga mahasiswa, pelajar dari kampus swasta yang sedikit kurang menggeming namanya, sebut Universitas Sunan Giri Surabaya diaingkat UNSURI. Perasaan kami masih dibumbui rasa cemas dan was-was sembari didalam lift menuju lantai atas, akhirnya pintu lift terbuka kami keluar bejalan 3 meter dari jarak lift. Terlihat banyak orang yang mengenakan jas dan berpakaian rapi, tak asing memang mereka civitas kampus dan para guru besar unair yang tengah bersiap-siap menyambut kedatangan pak SBY. kami terlihat seperti manusia yang tersesat didalam hutan, bingung. "Masnya mau kemana? ada perlu apa? dan dari mana ? Tanya seorang cewek berkerudung", dengan ragu saya menjawab, dari Mahasiswa Unsuri mbak,!!! . Tamu undangan apa wartawan ? Imbuh pertanyaan cewek berkerudung. Temanku inung seperti mati kata yang tak tau kemana tempat yang harus ditujuh, seusai cewek itu melontarkan pertanyaan. Saya sedikit berspekulasi dan melabuhi seorang Bapak yang tengah itu juga ikut membaur perbincangan kami dengan seorang cewek dengan tujuan menghilangkan pandangan penuh kepada kita berdua, setidaknya kami berusaha menutup rasa malu kami, karena nampak sorotan mata para tamu yang sudah hadir dan berdiri didepan pintu, heran melihat kami. Dan yang lebih parah, kami juga melewati batas yang telah  ditentukan alias tidak sesuai prosedur. Memang kami finish di lantai 5 tanpa mengisi buku hadir tamu, disebabkan jalur yang kami lewati merupakan jalur para tamu istimewa. "Pak, kami mau kelantai dua untuk Shalat, tanya saya". Dengan ramah bapak tersebut menunjukkan jalan yang mengarah ke lantai dua, yang memang berbeda dari jalan yang kami lalui sebelumnya. Tapi kami tetap menuju lift pertama yang kami akses semula, setelah masuk kedalam lift ada seorang penjaga, yang memang diperuntukkan untuk mengondisikan ruangan dalam bagian lift. Lantai dasar yang memang kami riquest dari pak penjaga lift.

Dalam keadaan hampa dan rasa pupus, harapan kami untuk bertemu pak SBY mulai redup, berjalan keluar dengan  menundukkan kepala, kami berdua bejalan mengelilingi gedung area rektorat, tak jauh dari lokasi tersebut kami berusaha mencari musholla. Dengan nada lesu kami bedua berbincang, "mungkin tak usah dilanjutkan tuk mencari mushollanya, dengan gedung seluas ini dan dena lokasi yang benar-benar kami tak tahu arah, lebih baik kita break ditempat lain." Tak lama kemudian kami ditemukan kantin DWP unair, disamping gedung ini kami meneduhkan diri, sembari menunggu harapan bertemu dengan pak SBY. Meskipun keinginan kami menemui beliau bermodal tangan kosong, tapi setidaknya tekad dan semangat berusaha kami kobarkan. Tenggorokan kami rasanya mulai kering, tiga jam kami tak menuai harapan pasti. Kebetulan jarak yang tak begitu jauh dari tempat kami duduk santai, setiap menit tatapan mata tertujuh ke pintu rektorat berharap pak SBY keluar bersedia melayani kami berdua yang dari tadi hanya bisa berkata didalam hati. 

Manis kopi sedikit membasahi tenggorokan kami, tepat jarum jam dinding kantin mengarahkan pukul 11.30 WIB. kami keluar dari kantin, menuju lokasi yang memang kami inginkan, dimana kami berfirasat tinggi bawasannya, disitulah pak SBY keluar menuju mobil. Beberapa kali kami berusaha dan yang terakhir kalinya kami duduk di depan perpustakaan unair, yang tak jauh dari pintu dimana para tamu keluar menuju parkiran. Sudah hampir 30 menit kami menunggu tak kunjung ada kepastian.

Akhir penantian kami berjalan menuju parkir motor, meskipun sehari kami berdua tak menuai hasil, kami tetap berusaha mengambil hikmah dari pada kejadian yang sudah kami alami hari itu juga. Kami melambaikan tangan bersamaan hati berbicara bawasannya gedung rektorat ini menjadi saksi bisu kedatangan kami untuk menemui Bapak Presiden RI ke-6.

(Semoga bapak, sehat selalu. Dan kami tetap berdoa meskipun kami tak dapat bertemu bapak, secara langsung. Salam dari saya anak yang tergadaikan di negri ini)

Inilah bedanya mas Ardi Herjuna dengan pengalaman nyata saya, lebih beruntung Mas Herjuna dibanding saya yang sedikit menempuh perjuangan. (GGS )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Survei Terbaru : Tingkat Literasi Indonesia di Dunia Rendah

Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat li...