Kamis, 09 Mei 2019

Pendidikan adalah Buah Cinta

“My mother was  making of me. She was so true, so sure of me: and I felt I had something to live for, someone I must not disappoint.”
Nancy Matthews adalah seorang wanita yang secara umum sama saja dengan wanita yang lain di kotanya. Dia tinggal di kota Port Huron, Michigan, di Amerika Serikat pada abad ke 19. Dia hidup dengan damai bersama suaminya yang bernama Samuel Ogden dan anaknya yang dipanggil dengan nama Tommy.
Salah satu hal yang membedakan Nancy dengan wanita lain adalah dia mampu menarasikan rasa cintanya dalam bentuk kepercayaan. Tommy, anak yang terlahir dalam rahimnya, secara penilaian umum beda dengan anak-anak lainnya di sekolahnya. Dia dihakimi bodoh, kurang cerdas dan kekurangan lain yang membuat salah seorang gurunya beranggapan dia tak seharusnya bersekolah di tempat dia belajar.
Tommy mempunyai suatu kekurangan pada pendengarannya. Mungkin hal ini yang menyebabkan dia lebih lambat menangkap pelajaran dibandingkan dengan teman-temannya. Sekolah yang seharusnya berkisah tentang semangat mendidik, berubah menjadi ajang vonis yang mengubah hidup Tommy. Si kecil pulang dari sekolahnya dengan membawa secarik kertas. Dalam secarik kertas tersebut tertuliskan huruf demi huruf yang membentuk makna bahwa Tommy adalah anak yang bodoh dan tidak bisa diterima belajar di sekolah tersebut.
Nancy geram. Dia mencoba ke sekolah dan berdiskusi dengan guru yang menolak anaknya. Namun hal tersebut nampak sebagai jalan buntu yang tidak ada cara untuk melewatinya. Nancy dengan keteguhan hatinya mengambil alih fungsi mendidik dengan satu alasan. Dia percaya, anaknya bukanlah anak yang bodoh.
Dia mendidik anaknya dengan dua metode. Melalui pembekalan ilmu dan dorongan agar anaknya mempraktekkan ilmunya. Nancy percaya bahwa membaca adalah gerbang kesuksesan. Dia menghujani anaknya dengan tetes-tetes ilmu melalui buku. Dia menyiapkan segala sarana yang mungkin untuk mendorong anaknya mencapai tingkat tertinggi kecerdasannya. Dia sendiri yang mengajarkan cara membaca dan matematika.
Nancy menyiapkan bacaan yang sesuai dengan minat anaknya. Tommy seringkali bertanya tentang fenomena alam. Nancy paham anaknya mempunyai tingkat ingin tahu yang tinggi yang akan menjadi bekal baginya mencapai keberhasilan. Untuk mendorong anaknya lebih banyak berkreasi, Nancy membelikan sebuah buku berjudul School of Natural Philosophy karya R.G Parker. Buku tersebut berisi tentang cara eksperimen fisika dan kimia yang ternyata sangat sesuai dengan minat Tommy. Bisa dibilang, Nancy berhasil menggiring Tommy, anak yang dianggap bodoh itu menemukan dunia dan kecerdasannya yang tertutupi oleh mata orang lain.
Tommy kecil giat bereksperimen. Dia bahkan didorong untuk berbisnis pada usia dini, yakni pada usia 12 tahun. Bila anak-anak kecil pada waktu itu belum berani untuk melakukan tindakan nyata, Nancy mendorong anaknya menjual koran, buah-buahan, di dalam kereta api di sepanjang rute dari Port Huron ke Detroit. Inilah yang kelak menjadi modal baginya untuk mencapai pintu kesuksesannya.
Pendidikan dan Cinta
            Pendidikan sepertinya mirip dengan narasi yang mempunyai pengantar, isi dan kesimpulan. Pengantar awalnya adalah rasa cinta, isinya adalah penjejalan teori dan kesimpulannya adalah praktek. Cinta itu laksana kalimat mutiara dari guru bangsa Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidik harus mempunyai sikap ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani. Di belakang pendidik harus dapat memberikan dorongan, di tengah pendidik dapat memberikan ide, serta di depan pendidik harus dapat menjadi teladan.
Kisah di atas berkisah tentang Thomas Alva Edison dan ibunya, Nancy Matthews Edison. Kini, Tommy tercatat sebagai salah satu manusia paling jenius di dunia dengan lebih dari seribu hak paten atas namanya. Kisah di atas juga mengajarkan kita bahwa konsep pendidikan yang sebenarnya adalah bagaimana seorang pendidik dapat mendorong anak didik untuk menemukan potensi terbesarnya.
Dan semua itu hanya bisa dilakukan dengan cinta. Dan kisah terbesar bagi seorang anak adalah dari seorang ibu yang mendidik dirinya dengan narasi cinta. Kisah cinta yang membuktikan bahwa potensi terbesar manusia lahir bila didukung oleh orang yang disayangi.
“Banyak sekali kegagalan dalam hidup adalah mereka yang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan ketika mereka menyerah”. Itulah salah satu kalimat yang konon diucapkan oleh Thomas Alva Edison. Tommy juga berpesan agar kita tidak menyerah dengan kondisi yang kita alami selama kita mau bekerja keras melalui kalimat legendarisnya, “Genius is one percent inspiration and ninety-nine percent perspiration.” Dia juga berkata ”Our greatest weakness lies in giving up. The most certain way to succeed is always to try just one more time”.
Pesan-pesan tersebut menggambarkan betapa besar semangat Tommy yang pernah divonis bodoh untuk meraih keberhasilan. Namun kalimat-kalimat inspirasi dari Tommy sebenarnya bermuara pada satu kisah yang tak pernah usah diceritakan sejarah. Kisah yang dimulai ketika seorang gurunya memberikannya sebuah surat berisi vonis baginya dan memintanya menyerahkan kepada ibunya. Kisah tentang bagaimana cinta berhasil merubah dirinya. Hal yang membuatnya mempunyai alasan untuk bertahan dari hinaan orang lain.
“My mother was making of me. She was so true, so sure of me: and I felt I had something to live for, someone I must not disappoint.”
Quote itulah yang anda baca di awal artikel ini yang diucapkan oleh Tommy. Dan sukses seringkali bermuara dari cinta yang mendorong manusia untuk bertahan.

Survei Terbaru : Tingkat Literasi Indonesia di Dunia Rendah

Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat li...