Kamis, 31 Mei 2018

Wajah Aneh Prilaku Politik Kita

Ada yang mengatakan bahwa “rasa malu” terhadap sebuah perilaku merupakan wilayah moralitas. Sedang moralitas merupakan sekumpulan nilai yang bersentuhan langsung dengan norma spiritual dan sikap kebudayaan seseorang atau sekelompok orang.

Dengan begitu, dalam konstruksi kausalitas berpikir demikian, bisa dikatakan bahwa terdapat “hukum berbanding lurus” antara norma spiritual, sikap kebudayaan dan implementasi perilaku keseharian seseorang atau kelompok orang. Semakin kuat nilai spiritual akan semakin mengentalkan sikap kebudayaan yang kemudian akan melahirkan prilaku dengan integritas kepribadian yang juga mumpuni.

Namun agaknya, filsafat seperti ini akan menjadi “mati kutu” ketika diperhadapkan pada realitas kekinian dalam sebuah wilayah yang berlabel; “republik seribu satu paradoks”. Entahlah, pada rangkaian mana dari keterkaitan norma, nilai serta prilaku ini mengalami semacam “missing link”.
Yang pasti,  terkadang kita demikian tergeragap oleh sebuah realitas yang demikian “melecehkan akal sehat” kita sebagai manusia. Inilah kondisi di mana manusia benar-benar telah mengalami semacam “keretakan psikologis”. Apa yang dalam nilai moralitas, sikap kebudayaan dan integritas prilaku, tiba-tiba berjumpalitan dan tidak saling kait-mengkait.

Bagaimana tidak, dalam realitas kekinian dalam “republik seribu satu paradoks” ini, berbagai ragam keanehan serta anomali tumpah ruah dan berkelindan. Bagaimana kita bisa membayangkan dalam sebuah realitas, kita bisa menemui sebuah konstruksi “mental” yang demikian tak memiliki kesinambungan antara norma spiritual, nilai budaya dengan perilaku keseharian kita.

Bagaimana kita bisa menjelaskan seseorang yang terlihat terpelajar, nampak alim dalam sikap keagamaan, mampu melakukan perbuatan yang sangat dibenci oleh norma-norma spiritualnya sendiri. Bagaimana kita menjelaskan gambaran "rusaknya" nurani yang selama ini dipercaya sebagai “penegak” dari nilai-nilai moralitas yang menyambungkannya dengan norma spiritualitas yang diyakininya.
Dengan demikian, dalam realitas “republik seribu satu paradoks” ini, yang terjadi bukanlah runtuhnya nilai moralitas dan tumpulnya norma spiritualitas. Di republik semacam ini, nuansa spiritual dan “teriakan” tentang perlu tegaknya moralitas demikian membahana. Suasana spiritualitas itu demikian “menyatu” dalam keseharian.

Di Media, di ruang-ruang publik dan di rumah-rumah ibadah, kita demikian terlihat “suci”. Namun aneh dan sifat paradoksnya kemudian bermula di sana. Karena norma dan nilai moralitas yang terkandung dalam suasana tersebut, sama sekali tidak mampu teringrasi dengan kebanyakan prilaku kita. “Missing link” ini demikian menganga sehingga tidak lagi menyadarinya, bahkan dalam situasi khusus, memang kita tidak mempersoalkannya, apalagi menaruh kepedulian di sana.

Konstruksi mentalitas kita telah berhasil membuat “missing link” tersebut dengan begitu halus dan sempurna. Sehingga kita tak lagi merasakan ada “nurani” yang kadang menjadi alarm bagi tegaknya keyakinan kita terhadap nilai-nilai moralitas itu. Inilah barangkali yang menjelaskan bagaimana kebanyakan para koruptor, alih-alih merasa malu, justru  terlihat tak merasa bersalah sama sekali. Bahkan pada umumnya, mereka mempertontonkan tingkat “kesucian”nya dengan berbagai simbol-simbol kedekatan mereka terhadap agama.

Yang lebih aneh dan paradoks lagi adalah kebanyakan masyarakat kita memperlakukan mereka secara ambigu dan mendua. Bila yang terkena kasus adalah orang lain maka hujatan dan kutukan sebagai perampok uang rakyat begitu berkobar.

Namun ketika yang terkena kasus adalah kerabat, kenalan atau semacam patron mereka dalam politik, maka pembelaan serta pemaafan demikian mengalir. Dengan sikap tak berdosa dan tak ada rasa malu dari koruptor dan reaksi yang ambigu dari masyarakat seperti itu, maka penegakan hukum terlihat seperti “menegakkan benang basah”. Kerena bagaimana pun, tujuan akhir dari penegakan hukum adalah membuat pelaku jera serta membuat orang lain jerih untuk melakukan perbuatan yang sama. Sementara semua hal tersebut tidak lagi berlaku pada "republik seribu satu paradoks" ini.

Opini : Rahmat Asmaydi

Download link : https://drive.google.com/file/d/0B7QJxr1HRkk_WWJKMk5ESzhjRlpBa1pjTTBtN0FpQk9vYWVZ/view?usp=drivesdk

Sumber :
KORAN DUTA MASYARAKAT, edisi Kamis, 24 Mei 2018
09 Ramadhan 1439 H

Rabu, 23 Mei 2018

Siswa sekarang

Disela-sela mengajar, saya teringat perkataan teman-teman  guru, terutama teman-teman guru yang sudah sepuh, ya . . mungkin usia 50 tahun keatas, ketika berbincang-bincang santai setelah mengajar sambil menunggu pelajaran berikutnya. diantaranya beliau-beliau membandingkan perilaku murid-muridnya dulu dan sekarang.

Pengertian siswa dulu saya perjelas lagi mungkin di era 90 ke bawah dan siswa sekarang mulai akhir 90 an sampai sekarang. siswa yang dibahas adalah mulai siswa SD sampai SMA.

SISWA DULU, Lebih patuh dan hormat kepada guru, bahkan ketika berjalan dan berbicara senantiasa menjaga kesopanannya.
Ketika diberitahu atau dinasehati mendengarkannya dengan seksama.
Lebih perhatian kepada guru, jika ada guru yang sakit, langsung berduyun-duyun ke rumah, walau jaraknya jauh, terkadang sampai urunan atau iuran untuk membeli oleh-oleh. Ketika diperintah guru langsung mendengarkan dan bahkan malu kalau ke sekolah sebelum mengerjakan tugas tersebut. Siswa dulu menganggap guru adalah orang tua sehingga sangat menghormatinya, meskipun guru itu kadang keras dan mengganggap hukuman adalah pelajaran dan konsekuensi dari sebuah kesalahan.

SISWA SEKARANG, kurang menghormati guru bahkan cenderung berani ketika diberitahu atau dinasehati tidak langsung mendengar bahkan kadang membantah. Kurang perhatian kepada guru, bahkan lebih senang kalau gurunya tidak hadir.

Ketika diperintahkan guru untuk mengerjakan tugas, menggerutu, kalau pun siswa SD ia meminta tolong kepada orang tua atau guru kelasnya. Tidak malu kalau belum mengerjakan tugas. Kalau dihukum atau diberitahu malah menantang, bahkan tidak jarang jika dihukum malah senang. Menganggap guru sebagai teman, bukan orang tua bahkan tak jarang ada yang panggil bukan sebagai pak guru misalnya dibeberapa sekolah SMA memanggil dengan gurauan.

Karena arus informasi dan teknologi, sehingga mempengaruhi pemikiran para siswa Karena keikhlasan gurupun mulai luntur, guru sekarang seperti jualan ada uang ada barang, coba kita perhatikan guru dulu diberi berapapun ia tetap ikhlas. hal ini mempengaruhi martabat dan kehormatan seorang guru.Guru lebih takut pada orang tua, terutama pada sekolah-sekolah yang berbiaya mahal, karena disana murid adalah nasabah, sebagaimana nasabah dalam Bank, yang harus dihormati dan dilayani. Kurangnya sifat keteladanan pada guru, murid dilarang merokok, guru merokok, murid dilarang mencontek, guru malah memberitahu dll. Guru takut pada hukum dan peraturan secara berlebihan, sehingga cenderung membiarkan saja ketika siswanya kurang benar. bahkan kadang guru merasa bingung untuk berbuat ketika salah satu siswanya berulangkali melanggar.

Minggu, 20 Mei 2018

Daftar Hari-hari Besar Nasional Indonesia

Berikut ini adalah daftar Hari-hari Besar Nasional di Indonesia serta beberapa hari-hari penting Internasional yang juga diperingati sebagai hari besar di Indonesia.

Bulan Januari

01 Januari : Hari Tahun Baru Masehi (Internasional)
03 Januari : Hari Departemen Agama05 Januari : Hari Korps Wanita Angkatan Laut (KOWAL)
10 Januari : Hari Gerakan Satu Juta Pohon (Internasional)
10 Januari : Hari Tritura15 Januari : Hari Darma Samudra
25 Januari : Hari Gizi Dan Makanan
25 Januari : Hari Kusta (Internasional)

Bulan Februari

02 Februari : Hari Lahan Basah Sedunia (Internasional)
04 Februari : Hari Kanker Dunia (Internasional)
05 Februari : Hari Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi (Zeven Provinciën)
09 Februari : Hari Pers Nasional (HPN)
09 Februari : Hari Kavaleri
14 Februari : Hari Peringatan Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA)
22 Februari : Hari Istiqlal
28 Februari : Hari Gizi Nasional Indonesia

Bulan Maret

01 Maret : Hari Peringatan Peristiwa Serangan Umum di Yogyakarta
01 Maret : Hari Kehakiman Nasional
06 Maret : Hari KOSTRAD (Komando Strategis Angkatan Darat)
08 Maret : Hari Perempuan (Internasional)09 Maret : Hari Musik Nasional
10 Maret : Hari Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI)
11 Maret : Hari Surat Perintah 11 Maret (Supersemar)
15 Maret : Hari Hak Konsumen Sedunia (Internasional)
17 Maret : Hari Perawat Nasional
18 Maret : Hari Arsitektur Indonesia
20 Maret : Hari Dongeng Sedunia (Internasional)
21 Maret : Hari Puisi Sedunia (Internasional)
21 Maret : Hari Down Syndrome (Internasional)
21 Maret : Hari Hutan Sedunia (Internasional)
22 Maret : Hari Air Sedunia (Internasional)
23 Maret : Hari Meteorologi Sedunia (Internasional)
24 Maret : Hari Peringatan Bandung Lautan Api
24 Maret : Hari Tuberkulosis Sedunia (Internasional)
30 Maret : Hari Film Indonesia

Bulan April

01 April : Hari Bank Dunia (Internasional)
02 April : Hari Peduli Autisme Sedunia (Internasional)
02 April : Hari Buku Anak Sedunia (Internasional)
06 April : Hari Nelayan Indonesia
07 April : Hari Kesehatan (Internasional)
09 April : Hari TNI Angkatan Udara (TNI AU)
16 April : Hari KOPASSUS (Komando Pasukan Khusus)
17 April : Hari Hemophilia Sedunia (Internasional)
18 April : Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA)
19 April : Hari Pertahanan Sipil (HANSIP)
20 April : Hari Konsumen Nasional
21 April : Hari Kartini
22 April : Hari Bumi (Internasional)
23 April : Hari Buku Sedunia (Internasional)
24 April : Hari Angkutan Nasional
24 April : Hari Solidaritas Asia-Afrika
25 April : Hari Malaria Sedunia (Internasional)
26 April : Hari Kekayaan Intelektual Sedunia (Internasional)
27 April : Hari Pemasyarakatan Indonesia
28 April : Hari Puisi Nasional
28 April : Hari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Internasional)
29 April : Hari Tari (Internasional)

Bulan Mei

01 Mei : Hari Buruh Sedunia (Internasional)
01 Mei : Hari Peringatan Pembebasan Irian Barat
02 Mei : Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)
05 Mei : Hari Lembaga Sosial Desa (LSD)
05 Mei : Hari Bidan (Internasional)
17 Mei : Hari Buku Nasional
20 Mei : Hari Kebangkitan Nasional
21 Mei : Hari Peringatan Reformasi
29 Mei : Hari Keluarga
31 Mei : Hari Tanpa Tembakau Sedunia (Internasional)

Bulan Juni

01 Juni : Hari Lahir Pancasila
01 Juni : Hari Anak-anak Sedunia (Internasional)
03 Juni : Hari Pasar Modal Indonesia
05 Juni : Hari Lingkungan Hidup Sedunia (Internasional)
08 Juni : Hari Laut Sedunia
21 Juni : Hari Krida Pertanian
24 Juni : Hari Bidan Nasional
26 Juni : Hari Anti Narkoba Sedunia (Internasional)
29 Juni : Hari Keluarga Berencana (KB)

Bulan Juli

01 Juli : Hari Bhayangkara
05 Juli : Hari Bank Indonesia
09 Juli : Hari Satelit Palapa
12 Juli : Hari Koperasi Indonesia
17 Juli : Hari Keadilan (Internasional)
22 Juli : Hari Kejaksaan
23 Juli : Hari Anak Nasional
29 Juli : Hari Bhakti TNI Angkatan Udara

Bulan Agustus

01 Agustus : Hari ASI Sedunia (Internasional)
05 Agustus : Hari Dharma Wanita Nasional
08 Agustus : Hari Ulang Tahun ASEAN
09 Agustus : Hari Masyarakat Adat (Internasional)
10 Agustus : Hari Veteran Nasional
10 Agustus : Hari Kebangkitan Teknologi Nasional
12 Agustus : Hari Remaja (Internasional)
14 Agustus : Hari Pramuka (Praja Muda Karana)
17 Agustus : Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
18 Agustus : Hari Konstitusi Republik Indonesia
19 Agustus : Hari Departemen Luar Negeri Indonesia
21 Agustus : Hari Maritim Nasional

Bulan September

01 September : Hari Jantung Dunia (Internasional)
01 September : Hari Polisi Wanita (POLWAN)
03 September : Hari Palang Merah Indonesia (PMI)
04 September : Hari Pelanggan Nasional
08 September : Hari Aksara (Internasional)
08 September : Hari Pamong Praja
09 September : Hari Olah Raga Nasional
11 September : Hari Radio Republik Indonesia (RRI)
14 September : Hari Kunjung Perpustakaan
15 September : Hari Demokrasi (Internasional)
16 September : Hari Ozon (Internasional)
17 September : Hari Perhubungan Nasional
17 September : Hari Palang Merah Nasional
21 September : Hari Perdamaian Dunia (Internasional)
24 September : Hari Tani Nasional
26 September : Hari Statistik
27 September : Hari Pos Telekomunikasi Telegraf (PTT)
28 September : Hari Kereta Api
28 September : Hari Jantung Sedunia (Internasional)
29 September : Hari Sarjana Nasional
30 September : Hari Peringatan Pemberontakan G30S/PKI

Bulan Oktober

01 Oktober : Hari Kesaktian Pancasila
01 Oktober : Hari Vegetarian Sedunia  (Internasional)
01 Oktober : Hari Lanjut Usia (Internasional)
02 Oktober : Hari Batik Nasional dan Hari Batik Dunia
05 Oktober : Hari Tentara Nasional Indonesia (TNI)
05 Oktober : Hari Guru Sedunia (Internasional)
10 Oktober : Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (Internasional)
14 Oktober : Hari Penglihatan Dunia (Internasional)
15 Oktober : Hari Hak Asasi Binatang (Internasional)
16 Oktober : Hari Pangan Sedunia (Internasional)
16 Oktober : Hari Parlemen Indonesia
20 Oktober : Hari Osteoporosis Sedunia (Internasional)
24 Oktober : Hari Dokter Indonesia
24 Oktober : Hari Perserikatan Bangsa-bangsa (Internasional)
27 Oktober : Hari Penerbangan Nasional
27 Oktober : Hari Listrik Nasional
28 Oktober : Hari Sumpah Pemuda
30 Oktober : Hari Keuangan

Bulan November

05 November : Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional
10 November : Hari Ganefo
10 November : Hari Pahlawan
11 November : Hari Bangunan Indonesia
12 November : Hari Kesehatan Nasional
12 November : Hari Ayah Nasional
14 November : Hari Brigade Mobil (BRIMOB)
14 November : Hari Diabetes Sedunia (Internasional)
20 November : Hari Anak (Internasional)
21 November : Hari Pohon (Internasional)
21 November : Hari Televisi Sedunia (Internasional)
22 November : Hari Perhubungan Darat Nasional
25 November : Hari Guru (PGRI)
28 November : Hari Menanam Pohon Indonesia
29 November : Hari KORPRI (Korps Pegawai RI)

Bulan Desember

01 Desember : Hari Artileri
01 Desember : Hari AIDS Sedunia (Internasional)
03 Desember : Hari Penyandang Cacat (Internasional)
07 Desember :  Hari Penerbangan Sipil (Internasional)
09 Desember : Hari Armada Republik Indonesia
09 Desember : Hari Anti Korupsi Sedunia
10 Desember : Hari Hak Asasi Manusia
12 Desember : Hari Transmigrasi
13 Desember : Hari Nusantara
15 Desember : Hari Juang Kartika TNI-AD (Hari Infanteri)
19 Desember : Hari Bela Negara
20 Desember : Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional
22 Desember : Hari Ibu Nasional
22 Desember : Hari Sosial
25 Desember : Hari Natal

Hari-hari Besar Keagamaan

Selain Hari-hari besar diatas, terdapat hari-hari Besar Keagamaan yang tidak tercantum pada daftar diatas karena setiap tahun diperingati dengan tanggal yang berubah-ubah.

Rabu, 16 Mei 2018

Rindu Gus Dur

~Eyang Gus Dur~
Sepeninggal Njenengan semua urusan jadi repot,
Kian hari sikap keberagamaan kami kian peot,
Nilai dan pemahaman Islam kami tambah reot.
(Gus… Kami rindu Njenengan, Gus…)

Gus…
Di negeri ini sekarang
Kebangkitan islam dikerdilkan oleh gempita munculnya politik identitas sebagai jalan pintas
Dengan ikon gerakan berjilid-jilid, angka-angka cantik dan klaim besarnya kuantitas
Yang katanya aksi damai tapi sarat ujaran kebencian yang tidak pantas
Sementara aneka persoalan besar bangsa; korupsi, kemiskinan, pengangguran, human trafficking,
anarkisme, disintegrasi, narkoba, tak pernah serius diurus tuntas

Gus…
Alienasi nilai kemanusiaan sudah tahap stadium kritis
Stok kesantunan dan welas asih kian menipis

Nilai-nilai toleransi dan cinta kasih yang susah payah njenengan ukir
Koyak tercabik oleh amuk amarah teriakan sesat, munafik, kafir…!
Ironisnya sambil diiringi yel-yel beringas pekik takbir…

Gus…
Wajah islam yang njnengan bumikan sebagai rahmah yang ramah
Berubah rupa menjadi murka dan amuk amarah
Klimaksnya… Seorang anak negeri dibakar hidup-hidup atas nama nahi munkar yang salah kaprah

Gus…
Kami rindu Njenengan, Gus…
Setelah njenengan tiada… Komitmen kebangsaan kami makin aus tergerus
Kebanggaan atas nilai-nilai orisinalitas negeri ini kian kumuh tak terurus
Diamuk utopia mengganti ideologi negara secara asal
Dengan sistem impor yang konon kabarnya sebuah konsep yang sakral
Yang dipaksakan secara sepihak, doktrinal, dan radikal
Padahal di negeri asalnya sudah lama usang, kumal, dan gagal

Gus…
Di negeri ini fitnah dan hoax diobral sebagai bahan komoditas
Laris di pasaran disebu antrian pelanggan yang nihil rasionalitas
Dunia maya menjelma medan perang kurusetra yang membara
Hingga bangunan kebangsaan di ambang amuk prahara

Gus…
Kami rindu Njenengan, Gus…
Kami juga sangat takut
Kami takut… hancurnya negeri ini tinggal menghitung detik
Karena agama kini telah dirujak campur aduk dengan kepentingan politik
Semoga ketakutan kami tidak menjadi nyata, ya Gus…?
Semoga Gusti Allah tetap menjaga Indonesia kami yang indah ini
Amin…

=========
Gorontalo, 26 Agustus 2017
Dibacakan pada Kelas Pemikiran Gusdur (KPG) Gorontalo Angkatan I
Sudarman Pusi(Pembina GUSDURian Gorontalo)

#GusDur #KHAbdurahmanWahid lamumul faatihah . . . #beragam #repot #peot #reot #rindu #nahdlatululama #NU

Link : http://www.gusdurian.net/id/article/opini/Puisi-Rindu-Gus-Dur/

Sumber gambar : karya Kamal https://twitter.com/Fihrilkamal/status/996519534621151232?s=19

Rabu, 09 Mei 2018

5 Kontributor Terbaik Hipwee Bulan April 2018

Setiap bulan Hipwee memilih 5 kontributor terbaik, dan untuk kali ini yang berkesempatan mendapatkan predikat kontributor terbaik bulan April adalah: .
-@asmayadi_er
-@klisaevasartika
-Kharisma Putri
-@islanisaaa
-Vera Fitriani Nurazizah
.
Kalian akan dihubungi via email oleh gufran@hipwee.com, dan hadiah menarik dari Hipwee akan sampai di rumah kalian.
Mau seperti mereka?

Ayo menulis di Hipwee dan menginspirasi jutaan anak muda di Indonesia.
- -
"Syarat untuk menjadi penulis ada tiga, yaitu: menulis, menulis, menulis”. [Kuntowijoyo]
#Hipwee #HipweeCommunity #KontributorTerbaikApril #Menulis #Literasi #April
#Inspirasi #MenemaniLangkahmu #KontenBaik

Rabu, 02 Mei 2018

Politik, Pasar, dan Ideologi

Jakarta - Ideologi politik kita sering berbenturan dengan berbagai kepentingan, baik dalam ranah privat maupun publik. Pertentangan antara dua kutub kepentingan ini bisa menjadi salah satu penyebab terciptanya situasi chaosdalam tatanan sosial.

Tanpa disadari, kita semua yang bermukim di balik sistem demokrasi sedang terjerembab dalam situasi serupa. Konflik horisontal maupun vertikal rentan terjadi dalam dunia perpolitikan.

Dengan adanya konflik seperti ini, maka unsur normatif negara yang legitim sifatnya sering menjadi petaruh dalam menetralisasi situasi sosio-politis. Segala bentuk relasi sosial kemudian digadai pada pola laku politis yang labil. Tak dipungkiri bahwa animo politik seperti ini lambat-laun menciptakan distorsi dalam ruang gerak publik.

Penyimpangan bisa menjadi penanda awal bagaimana ideologi politik kita mudah mengalami disorientasi. Segala bentuk norma, instruksi, dan rancangan dalam misi politis akan mangkir dalam sebuah sistem negara yang stagnan sifatnya. Bahkan psikologi politik seperti ini akan mereduksi sistem demokrasi bangsa yang sah dan integral.

Perhelatan kontestasi politik yang semakin dekat, membuat dunia politik makin hingar-bingar, ibarat produk komersial yang dijajakan ke tengah publik. Bukan hanya iklan politik yang nampak "terselubung" melalui model-model pencitraan para kontestannya, berbagai lembaga survei juga mulai menawarkan jasa-jasa politik mereka untuk membantu mendongkrak citra politik siapapun yang membutuhkannya. Berapa banyak lembaga survei yang merilis "produk politik"-nya yang disesuaikan dengan pesanan, menyurvei berbagai macam hal yang penting bisa mengubah opini publik.

Survei sepertinya telah menggiring opini publik untuk menjauhkan politik dari nilai-nilai ideologis berpolitik itu sendiri, mengarahkannya sekadar fokus pada bentuk-bentuk artistik politik. Isu politik bahkan direduksi menjadi semacam "produk komersial" yang diperjualbelikan. Kita tahu, bahwa isu-isu tertentu yang berkembang dalam masyarakat, seperti kebangkitan komunisme, politisasi agama, atau kenyataan korupsi lalu dimanipulasi menjadi dapat bernilai ekonomis dan dijual sebagai produk politik untuk kepentingan pragmatisme sesaat. Jarak yang semakin dekat dengan pagelaran kontestasi membuat berbagai lembaga survei maupun kontestan politik laku keras dan banyak diminati publik yang cenderung pragmatis dalam memandang dunia politik. 

Jika kita memperhatikan berbagai lembaga survei, tampak jelas mereka memperjualbelikan produk politiknya, dan tentu saja bekerja sama dengan media, bagaima kemudian sebuah hasil survei dapat dengan cepat mempengaruhi opini publik. Masyarakat tentu saja akan lebih mudah memahami lewat atraksi survei yang dipublikasikan media dengan kekuatan artistiknya, bukan pada pesan politiknya itu sendiri. Tak jarang, sebuah rilis survei yang dipublikasikan, mengangkat citra politik pihak tertentu, dan disisi lain menjatuhkan dan memberangus pihak lainnya yang dianggap sebagai lawan politik pemesan survei tersebut. Mirip dengan persaingan yang terjadi dalam dunia bisnis, komersialisasi dunia politik saat ini adalah sebuah keniscayaan.

Dunia politik saat ini tak ubahnya seperti pasar (market) yang di dalamnya marak transaksi jual-beli beragam kepentingan. Produk politik bisa dijual melalui lembaga-lembaga survei yang ada dengan tentu saja berlaku sebuah konsekuensi, semakin bonafid sebuah lembaga survei, maka semakin mahal biaya pembuatan produk politiknya. Proses komersialisasi seperti ini justru semakin menegaskan suburnya praktik politik "dagang sapi" di antara para pelaku-pelaku usaha politik dengan berbagai individu atau kelompok dalam sebuah lembaga politik. Masing-masing pihak berupaya memaksimalkan keuntungan dan kepentingannya sendiri-sendiri.

Kondisi seperti ini semakin menjauhkan politik dari sebuah upaya dialektika yang dinamis, baik pertukaran ide ataupun diskusi yang cenderung mendekatkan ikatan-ikatan ideologis antara masyarakat dan partai politik (parpol). Kontestan individu atau parpol cukup menyewa lembaga survei atu kontestan politik untuk mengemas kepentingannya menjadi sebuah "produk politik" yang bernilai jual di hadapan masyarakat. Padahal, politik dalam tataran idealnya sangat penting dalam proses pembangunan masyarakat, bukan sekadar bagaimana agar politik lebih berorientasi pasar: mengeruk keuntungan dengan cara mengeksploitasi isu-isu politik sehingga bernilai komersial dan mampu "dijual" ke khalayak publik.

Sulit bagi saya mempercayai lembaga survei yang benar-benar "bebas" dari kepentingan apalagi dengan dalih independen hanya ingin mengungkap "kebenaran politik" secara transparan dan mempersilakan publik untuk menilainya. Wajar jika dalam banyak hal muncul kekecewaan dari berbagai kalangan kepada hasil rilis lembaga survei yang sarat bias kepentingan politik dan condong menjadi produsen politik dari pihak-pihak berkepentingan yang membiayainya.

Anda boleh setuju ataupun tidak terhadap lembaga survei, karena tidak begitu berpengaruh terhadap kebaikan dunia politik. Pasalnya, komersialisasi dunia politik tak terbantahkan di tengah menguatnya aspek kapitalisasi yang mengejar berbagai keuntungan ekonomis, tak peduli lagi soal ideologi, nilai-nilai atau fatsoen politik yang masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat. Dalam politik tak lagi ditemukan loyalitas, karena komersialisasi dunia politik berupaya mencari mitra-mitra yang lebih menguntungkan dirinya sendiri. Jika sudah dianggap "mengganggu" dan "membahayakan" produk politik yang sedang mereka jual, seorang loyalis sekalipun bisa didepak karena tidak memberi keuntungan ekonomis apapun.

Lembaga survei dan semacamnya menciptakan persaingan semakin bebas dan terbuka dalam berbagai interaksi di dunia politik. Kenyataan ini bahkan mendorong iklim investasi politik tidak lagi murah, bahkan seringkali menjadi beban utang yang dilunasi dengan korupsi oleh banyak para aktor politik yang memenangkan kontestasi. Mereka menjadi semakin pragmatis, mengeruk keuntungan pribadi dari jalur-jalur kekuasaan yang diperolehnya, bukan lagi semakin menguatkan ideologi politik yang dibawanya yang dipakai sebagai "alat" membangun masyarakat.

Kita tentu merasakan, tak adanya ruh politik yang bersemayam dalam ideologi para kontestan, yang ada pragmatisme sesaat, persaingan yang tak sehat, menggeser ide-ide politik yang berasaskan kesejahteraan rakyat menjadi sekadar transaksi ekonomi yang saling menguntungkan. Masih percaya lembaga survei di tengah era komersialisasi dunia politik?

Oleh : Rahmat Asmayadi

Sumber : Kolom Opini DetikNews

Senin 12 Februari 2018, 13:09 WIB

Survei Terbaru : Tingkat Literasi Indonesia di Dunia Rendah

Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat li...